Libya saat ini berada di ambang perang saudara baru setelah mengalami LINK TRISULA88 konflik internal yang berkepanjangan sejak 2014. Negara di Afrika Utara ini telah terpecah menjadi dua kubu utama yang saling berlawanan, masing-masing menguasai wilayah berbeda di Libya12. Konflik ini berakar dari ketegangan politik dan militer yang bermula setelah jatuhnya rezim Muammar Gaddafi pada 2011 yang memicu kekacauan dan perebutan kekuasaan di Libya3.
Latar Belakang Konflik
Setelah penggulingan Gaddafi, Libya gagal membangun pemerintahan yang stabil. Pada 2014, dua pemerintahan berdiri berseberangan: satu di Tripoli yang didukung oleh Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui PBB, dan satu lagi di Tobruk yang didukung oleh Dewan Perwakilan Rakyat (HoR) serta Tentara Nasional Libya (LNA) di bawah komando Jenderal Khalifa Haftar110. Konflik ini diperparah oleh dukungan militer dan politik dari negara-negara asing yang memasok senjata dan dukungan kepada kedua belah pihak9.
Perkembangan Terbaru dan Potensi Perang Saudara Baru
Pada tahun-tahun terakhir, ketegangan semakin meningkat dengan serangan militer yang intens, terutama di sekitar Tripoli. Pasukan Haftar berusaha merebut ibu kota dan berhasil menguasai beberapa titik strategis seperti Bandara Internasional Tripoli dan kamp militer Yarmuk di selatan Tripoli7. Pertempuran ini telah menyebabkan ribuan korban jiwa dan pengungsian massal warga sipil.
Perwakilan Khusus PBB untuk Libya, Ghassan Salamé, menyatakan bahwa konflik ini berpotensi memicu perang saudara yang lebih luas dan bahkan perpecahan permanen di Libya. Selama pertempuran sejak April 2019, sudah tercatat lebih dari 460 orang tewas, termasuk warga sipil, serta ribuan terluka dan puluhan ribu mengungsi9. Konflik ini juga mengancam stabilitas regional di kawasan Mediterania dan Afrika Utara.
Implikasi dan Tantangan
Perang saudara yang terus berlanjut membawa dampak serius bagi Libya dan kawasan sekitarnya. Selain korban jiwa dan kerusakan infrastruktur, konflik ini memperparah kondisi kemanusiaan, termasuk meningkatnya jumlah pengungsi dan ketidakamanan yang meluas9. Kelompok teroris seperti ISIS juga memanfaatkan kekosongan kekuasaan untuk melakukan serangan di wilayah selatan Libya, menambah kompleksitas konflik9.
Selain itu, keberadaan berbagai kelompok militan dan tokoh yang masuk dalam daftar sanksi internasional serta yang dicari oleh Pengadilan Kriminal Internasional turut memperumit upaya perdamaian9. Aliran senjata yang terus mengalir ke kedua kubu juga memperpanjang konflik dan menghambat proses rekonsiliasi.
Upaya Perdamaian dan Prospek Masa Depan
Berbagai upaya internasional telah dilakukan untuk mengakhiri konflik ini, termasuk perjanjian politik yang ditandatangani pada 2015 dan pembentukan Pemerintah Kesepakatan Nasional pada 2016 yang dipimpin oleh Fayez Sarraj10. Namun, upaya ini belum berhasil menciptakan stabilitas penuh karena perlawanan dari kelompok-kelompok bersenjata dan kepentingan politik yang saling bertentangan.
Konferensi internasional dan mediasi oleh PBB terus diupayakan untuk mempersiapkan pemilu dan membentuk pemerintahan yang sah dan representatif5. Namun, serangan militer oleh pasukan Haftar dan pertahanan oleh pasukan pemerintah di Tripoli menunjukkan bahwa situasi masih sangat rapuh dan berpotensi kembali pecah menjadi perang saudara yang lebih besar.
Kesimpulan
Libya kini berada di ambang perang saudara baru yang dapat memperparah krisis kemanusiaan dan politik di negara tersebut. Konflik berkepanjangan sejak 2014 telah membelah negara ini menjadi dua kubu yang saling bersaing dan didukung oleh kekuatan asing, dengan dampak yang meluas hingga ke kawasan sekitarnya. Upaya perdamaian internasional masih menghadapi tantangan besar karena kompleksitas konflik dan kepentingan yang saling bertabrakan. Jika tidak segera diatasi, Libya berisiko mengalami perpecahan permanen dan instabilitas berkepanjangan yang sulit diselesaikan dalam waktu dekat