IGD: Ikatan Gagal Duduk (Karena Selalu Dipanggil Dokter)

IGD: Ikatan Gagal Duduk (Karena Selalu Dipanggil Dokter)

Selamat Datang di Zona Tanpa Duduk Bagi sebagian besar orang, IGD adalah tempat terakhir yang ingin dikunjungi—kecuali kalau kamu memang penggemar adrenaline dan https://sigmahospitalbhopal.com/ suka denger suara monitor jantung berdetak dramatis. Tapi bagi para tenaga medis, terutama dokter dan perawat, IGD bukan sekadar ruang gawat darurat. Ia adalah panggung utama dalam konser tanpa henti, di mana duduk adalah kemewahan langka dan kopi panas adalah mitos. Di sinilah lahir “Ikatan Gagal Duduk”—perkumpulan tak resmi bagi mereka yang tak sempat mengenal bangku selama shift. Duduk lima menit? Tiba-tiba ada pasien pingsan di depan. Baru pegang HP buat pesen makanan? Eh, trauma kepala masuk. Mau ke toilet? Lupakan, nanti aja pas pulang… kalau masih kuat jalan. Pasien Datang Secepat Judul Sinetron Pasien di IGD datang tanpa aba-aba. Dari luka lecet gara-gara jatuh dari motor, sampai pasien yang tiba-tiba kejang di tengah mall karena terlalu excited liat diskon. Tak peduli jam berapa, IGD selalu sibuk. Bahkan di dini hari, saat manusia normal sedang nyenyak tidur, IGD justru seperti pasar malam – lampu menyala, suara gaduh, dan antrian panjang. Bahkan ada pasien yang datang hanya untuk minta “cek darah lengkap” karena katanya semalam mimpi dikejar kucing hitam. Ya, begitulah warna-warni IGD. Tak bisa ditebak, tapi selalu penuh kejutan. Suster Jadi Sprinter, Dokter Jadi Detektif Di IGD, suster tidak berjalan — mereka berlari. Dan dokter? Mereka bukan cuma menyembuhkan, tapi juga jadi detektif dadakan. Bayangkan ada pasien datang dengan keluhan, “Dok, saya pusing, mual, terus tadi siang mantan saya chat ‘udah bahagia sekarang’.” Nah loh, coba diagnosa penyakitnya. Mungkin campuran antara vertigo dan patah hati kronis? Dan jangan lupakan pertanyaan paling sakral di IGD: “Skala nyeri dari 1 sampai 10, berapa?” Jawaban paling umum: “Sakit banget, Dok. Kayak ditinggal pas lagi sayang-sayangnya.” Dokter hanya bisa tersenyum sambil nulis di rekam medis: “Nyeri emosional level dewa.” Istirahat? Itu Cuma Wacana Bagi anggota Ikatan Gagal Duduk, break itu mitos. Makan nasi kotak kadang cuma bisa dilakukan sambil jalan ke ruang resusitasi. Kadang saking laparnya, aroma betadine pun terasa seperti ayam goreng. Dan kalau akhirnya bisa duduk? Pasti ada pager berbunyi atau suara khas, “Dok, pasien baru masuk.” Penutup: IGD dan Cinta Tak Bersyarat pada Kemanusiaan Meski sibuk, lelah, dan sering tak sempat duduk, anggota IGD tetap bertahan. Bukan karena mereka kebal capek, tapi karena hati mereka besar. Mereka tahu setiap detik bisa menyelamatkan nyawa, meski harus mengorbankan kenyamanan pribadi. Jadi kalau kamu masuk IGD dan lihat dokternya senyum meski matanya kayak panda insomnia — hargai. Mereka bagian dari “Ikatan Gagal Duduk”, pasukan super tanpa jubah… cukup dengan stetoskop, sandal crocs, dan semangat kemanusiaan yang luar biasa.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top